SOAL
1. Kemukakan gagasan anda bagaimana cara mengubah
suatu senyawa bahan alam yang tidak punya potensi ( tidak aktif ) dapat dibuat
menjadi senyawa unggul yang memiliki potensi aktifitas biologis tinggi. Berikan
dengan contoh.
2. Jelaskan bagaimana idenya suatu senyawa bahan alam yang memiliki potensi
biologis tinggi dan prospektif untuk kemaslahatan makhluk hidup dapat
disintesis di laboratorium
3. Jelaskan kaidah-kaidah pokok dalam memilih pelarut untuk isolasi dan
purifikasi suatu senyawa bahan alam. Berikan dengan contoh untuk 4 golongan
senyawa bahan alam : Terpenoid, alkaloid, Flavonoid, dan Steroid.
4. Jelaskan dasar titik tolak penentuan struktur suatu senyawa organik. Bila
senyawa bahan alam tersebuat adalah kafein misalnya. Kemukakan gagasan anda hal
– hal pokok apa saja yang di perlukan untuk menentukan strukturnya secara
keseluruhan.
JAWABAN
1. Menurut saya, simplisia yang mengandung senyawa bahan alam yang tidak aktif terlebih
dahulu di
ekstraksi, kemudian dipisahkan senyawa-senyawa bahan alam yang terkandung dalam
simplisia, lalu di murnikan dan di uji struktur dan bioaktivitasnya. Senyawa
yang di ketahui tidak aktif dapat di reaksikan dengan senyawa-senyawa lain
kemudian di uji kegunaannya.
Misalnya kwalot / buah makasar (brucea javanica (l.) Merr. Biji kwalot setelah
di identifikasi ternyta mengandung zat pahit, triterpen, sterin,
lilin, senyawa fenolik (zat samak). Zat pahit yang terdapat dalam biji
brucea javanica l. Meer terdiri dari bruseantin, bruseantinol, brusein a, b, c,
d, dehidrobusein a, brusatol, yadanziolid, yadanziolid a, yadanziolid c,
yadanziolid f, senyawa pahit mirip kantin-6-on.
Buah makasar ini telah di gunakan oleh masyrakat
sebagai obat disentri, batuk, demam, malaria, dan sebgainya.
2.
Senyawa bahan alam yang mempunyai
banyak manfaat ini dapat di buat di laboratorium dengan mempelajari
biosintesisnya terlebih dahulu. Setelah di ketahui proses biosintesisnya secara
alami kemudian proses ini di tiru secara kimia, maka dapat di produksi secara
massal di laboratorium. Kemudian senyawa ini dapat di buat menjadi obat-obatan dalam
bentuk tablet atau pil.
3. ekstraksi
yaitu metode untuk memisahkan komponen solut (zat terlarut) dari campurannya
dengan menggunakan sejumlah massa pelarut. salah satu faktor yang berpengaruh
dalam proses ekstraksi yakni jenis pelarut. Jenis pelarut mempengaruhi senyawa
yang tersari, jumlah solut yang terekstrak dan kecepatan ekstraksi. Dalam dunia
farmasi dan produk bahan obat alam, pelarut etanol, air dan campuran keduanya
lebih sering dipilih karena dapat diterima oleh konsumen.
Pelarut yang baik pada proses ekstraksi adalah
berdasarkan pada interaksi antara solut-pelarut. Pemilihan pelarut ekstraksi
ini dapat dipilih menggunakan :
1.
Tabel robin (robin chart)
Tabel robin menyajikan sistem pemilihan pelarut bagi
suatu solut berdasarkan komposisi kimianya. Tabel robin menyajikakan deviasi
negatif, positif, atau netral dari interaksi solut-pelarut terhadap larutan
ideal. Deviasi negatif dan netral mengindikasikan interaksi yang bagus diantara
kelompok solut dan pelarut, sehingga kelarutan solut dalam pelarut menjadi tinggi.
2.
Parameter kelarutan hildebrand
Penggunaan parameter kelarutan dalam pemilihan pelarut
adalah berdasar aturan kimia yang telah dikenal yakni “like dissolved like”.
Jika gaya antar molekul antara molekul pelarut dan solute memiliki kekuatan
yang mirip, maka pelarut tersebut merupakan pelarut yang baik bagi solut
tersebut.
3.
Pertimbangan kriteria pelarut
Selain menggunakan parameter kelarutan hildebrand atau
tabel robin, pemilihan pelarut juga dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa
kriteria pemilihan pelarut seperti :
·
Selektivitas
Pilih pelarut yang selektif sesuai polaritas senyawa
yang akan disari agar mendapat ekstrak yang lebih murni.
·
Kestabilan kimia dan panas
Pelarut yang dipilih harus stabil pada kondisi operasi
ekstraksi dan proses hilir.
·
Kecocokan dengan solut
Pelarut tidak boleh bereaksi dengan senyawa yang
terlarut.
·
Viskositas
Jika viskositas pelarut yang rendah maka koefisien
difusi akan meningkat sehingga laju ekstraksi pun juga meningkat.
·
Recoveri pelarut
Guna meningkatkan nilai ekonomis proses, pelarut perlu
direcoveri sehingga dapat digunakan kembali. Pelarut yang mempunyai titik didih
rendah, lebih ekonomis untuk direkoveri dan digunakan kembali.
·
Tidak mudah terbakar
Untuk kepentingan safety, perlu memilih pelarut yang
tidak mudah terbakar
·
Tidak beracun
Pilih pelarut yang tidak beracun untuk keamanan produk
dan keamanan bagi pekerja.
·
Murah dan mudah diperoleh
Pilih pelarut yang harganya murah dan mudah diperole
contohnya
:
Ekstraksi
senyawa flavonoid dalam kedelai
Sekitar 1740 g serbuk biji kedelai dimaserasi
dengan metanol teknis sebanyak 10 l. Ekstrak yang diperoleh kemudian disaring
dan diuapkan dengan menggunakan penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator)
sampai diperoleh ekstrak kental metanol sebanyak 71,82 g. Ekstrak ini kemudian
dihidrolisis dengan hcl 2N selama 2-3 jam. Hasil hidrolisis diekstraksi Dengan
n-heksana. Ekstrak n-heksana yang diperoleh diuapkan dengan penguap
putar vakum. Sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana sebanyak 2,61
g, kemudian ekstrak kental yang diperoleh diuji dengan uji flavonoid
pelarut yang sesuai uuntuk ekstaksi flavonoid adalah metanol karena metatol memiliki titik didih yang tendah, sehingga tidak merusak flavonoid yang akan di isolasi karena flavonoid mudah rusak dengan suhu yang tinggi.
4. Elusidasi
struktur merupakan suatu proses yang dilakukan untuk menentukan rumus struktur
dari suatu senyawa. Dalam mengelusidasi struktur kita memerlukan semua data
spektrum dari suatu sampel, baik berupa spektrum uv-vis, ir, ms, dan nmr.
Setiap ikatan kimia memiliki frekuensi vibrasi dengan satuan yang sering digunakan adalah cm-1.
Spektroskopi ultraviolet
untuk keperluan penentuan struktur, spektroskopi ultra
violet memiliki kemampuan untuk mengukur jumlah ikatan rangkap atau
konyugasi
aromatik dalam suatu molekul. Daerah panjang gelombang
dari spektrum ultra violet berkisar 200 - 400 nm. Penyerapan sinar ultra
violet oleh suatu molekul akan menghasilkan transisi diantara tingkat
energi elektronik molekul tersebut. Transisi tersebut terjadi pada orbital
ikatan atau pasangan elektron bebas dengan orbital anti ikatan.
Spektroskopi inframerah
spektrofotometri inframerah lebih banyak digunakan
untuk identifikasi suatu senyawa melalui gugus fungsinya. Untuk keperluan
elusidasi struktur, daerah dengan bilangan gelombang 1400 – 4000 cm-1 yang
berada dibagian kiri spektrum ir, merupakan daerah yang khusus berguna untuk
identifikasi gugus-gugus fungsional, yang merupakan absorbsi dari vibrasi ulur.
Selanjutnya daerah yang berada disebelah kanan bilangan gelombang 1400
cm-1 sering kali sangat rumit karena pada daerah ini terjadi absorbsi dari
vibrasi ulur dan vibrasi tekuk, namun setiap senyawa organik memiliki
absorbsi yang kharakteristik pada daerah ini. Oleh karena itu bagian
spektrum ini disebut daerah sidikjari (fingerprint region). Saat ini ada dua macam instrumen yaitu spektroskopi ir
dan ftir (furier transformation infra red). Ftir lebih sensitif dan akurat
misalkan dapat membedakan bentuk cis dan trans, ikatan rangkap
terkonyugasi dan terisolasi dan lain-lain yang dalam spektrofotometer ir tidak
dapat dibedakan.
Spektroskopi 1H-NMR
spektroskopi 1H-NMR cukup banyak digunakan oleh
kimiawan organik. Spektroskopi ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap
kelompok proton (h) dalam molekul organik akan beresonansi pada frekuensi
yang tidak identik atau beresonansi pada frekuensi spesifik. Hal ini
disebabkan kelompok proton suatu molekul organik dikelilingi elektron yang
berbeda (lingkungan elektroniknya berbeda). Makin besar kerapatan elektron
yang mengelilingi inti maka makin besar pula medan magnet yang digunakan.
Karena setiap atom h (proton) suatu molekul organik mempunyai lingkungan
elektronik (kimia) yang berbeda maka akan menyebabkan frekuensi resonansi
yang berbeda (sitorus, 2009).
Spektroskopi karbon nmr (13C-NMR)
spektroskopi proton atau 1h memberikan gambaran
atom-atom hidrogen dalam sebuah molekul organik. Spektroskopi karbon-13
atau 13c memberikan gambaran karbon-karbon dalam sebuah molekul organik.
Spektra karbon-13 tidak digunakan meluas seperti spektra proton. Dalam
spektroskopi proton yang dilibatkan adalah isotop yang lazim dan alamiah
dari hidrogen, 99,985% atom hidrogen adalah 1h. Tetapi karbon-13 hanya
1,1% dari atom karbon yang terdapat di alam, karena 98,9% atom karbon
adalah 12c, suatu nukleotida yang tidak punya spin. Transisi inti 13c dari
keadaan paralel ke antiparalel hanyalah transisi berenergi
rendah. Karena kelimpahannya di alam hanya 1,1% maka sensitifitas 13c-nmr
jauh lebih kecil dari 1h yang mempunyai kelimpahan 99,98% di alam.
Spektroskopi massa
spektroskopi uv-vis untuk kimiawan organik digunakan
untuk analisis kualitatif (λmaks) dan analisis kuantitatif berdasarkan
persamaan lambert-beer. Spektroskopi IR untuk analisis gugus fungsional
utama dan spektroskopi 1hnmr untuk menentukan tipe (jenis) proton dan
perbandingan jumlah proton tersebut. Spektroskopi massa (ms) akan
melengkapi pelacakan struktur untuk suatu molekul yang belum diketahui bmnya.
Spektroskopi massa akan 26 memberikan informasi harga bm (g/mol) dan
bagaimana pola pemecahan (fragmentasi) dari suatu molekul organik.
Rekonstruksi terhadap fragmen dan dipadu dengan interpretasi data spektra IR dan 1h-nmr akan dapat mengelusidasi struktur molekul organik unknown
(sitorus, 2009)
Berdasarkan beberapa data dari spektroskopi di atas dapat di gunakan untuk
tentukan rumus struktur suatu senyawa.
Contohnya penentuan struktur senyawa antosianin
Pada
spektra antosianin isolat 1 dalam FTIR tertera dalam gambar berikut ini:
Hasil interpretasi spektra ftir tersaji dalam tabel
berikut ini:
Hasil spektrum inframerah menunjukkan bahwa
isolat kemungkinan mengandung beberapa gugus fungsi seperti –oh yang
ditunjukkan oleh serapan tajam pada daerah 3449,45 cm-1 yang didukung juga oleh
munculnya serapan pada bilangan gelombang 1054,99 cm-1 untuk ikatan c-o
alkohol. Serapan ikatan rangkap –c=c aromatik ditunjukkan oleh serapan tajam
pada bilangan gelombang 1637,45 cm-1.
Terdapat dua cara dalam menunjukkan
sifat-sifat antosianin, yakni
Pertama: karakteristik spektra dari
antosianin khususnya mudah dimengerti untuk antosianidin daripada turunannya.
Pelargonidin spektranya baik dibedakan. Karakteristiknya berbeda warna dalam
larutan dan pada kromatogram. Kedua, spektra diukur nilainya dalam menentukan
posisi penyerangan gula dalam molekul antosianin. Menurut harborne (1957) pada
umumnya akibat glikosilasi pada spektrum tampak dari molekul antosianidin
begeser ke arah panjang gelombang yang lebih pendek. Banyaknya pergeseran
hipsokromik tergantung pada bagaimana banyaknya gugus hidroksi yang
terglikosida. Pelargonidin mempunyai panjang gelombang maksimum pada 520 nm,
pelargonidin 3-glikosida mempunyai panjang gelombang maksimum pada 505 nm.
Dalam penelitian ini pada isolat ke2 terjadi pergeseran hipsokromik dikarenakan
pengenalan oleh residu gula dalam posisi 5 yaitu 5 nm. Hal ini menyetujui dari
literature sangat kecil perbedaannya dalam maksimum spektra yang bisa dideteksi
diantaranya antosianin yang mengandung gula dalam posisi 3, 5, dan 3-glikosida.
Berdasarkan hasil kromatogram serta spektrum uv-vis dan
spektrum ftir dan dapat disimpulkan bahwa struktur senyawa antosianin yang
diduga untuk isolat adalah sebagai berikut: